Sunday, May 31

0 - 17tahun 6bulan 23 hari

Eh guw pengen nyoba (lagi) nulis pake bahasa bagus deh. Nilai yaaaa..

Entah mengapa akhir-akhir ini aku sering melamun, bernafas dan diam, seolah-olah merasakan roh keluar dari raga nan abadi dan menenggelamkan jiwa kepada masa lalu yang semula gelap dan berdebu. Tenggelam, tenggelam, dan tenggelam, sehingga memaksaku untuk kembali meng-audiovisual-isasikan secara langsung pada milisecond itu juga.

Teringat masa kecilku dulu, dimana mataku masih dikotori dengan pasir ulah malaikat tidur, keluar dari kamar kecilku dan langsung dikelilingi kado natal. Kado-kado yang terbungkus apik dengan kertas-kertas yang menarik dibawah pohon natal. Kekuatan tadi yang amat kuat memaksaku untuk mengingatnya lebih dalam. Lalu, munculah orangtuaku membuka pintu dan mengenakan pakaian rapi. Dan dengan perasaan mewah nan sakral menyayat bathin merekapun memeluk diri kecilku dengan hangat sambil mengucapkan “Merry Christmas our son, God bless you”. Sebagai tanda hari raya umat Nasrani dimulai kemeriahannya, hari jadi Tuhan Jesus dirayakan, dan kedamaian diseluruh dunia terasa begitu hebat. Keluarga besar dari pihak Papap dan sebagian kecil pihak Mamam pun berkumpul, merayakan hari besar. Saling bertukar kado, berkasih sayang, dan evaluasi diri serta doa. Bahagianya aku saat itu. Sangat sangat bahagia.


April 2006, rutinitas yang sama kembali terulang disetiap paginya, kali ini dengan suasana yang berbeda amat amat berbeda sehingga aku tidak dapat mengukur derajat sudutnya. Ketika pasir-pasir dimataku belum sempat kubersihkan sepenuhnya, Mamam mengetuk pintu kamarku seraya mengucapkan “Ayo aa bangun, solat subuh”. Yap, itu solat subuh pertamaku mmm lebih tepatnya untuk keluarga kecilku. Menurut garis keturunan dari Mamamku, kami memiliki perbedaan yang mencolok dalam hal agama dan kepercayaan. Ya ini nyata. Opa beragama Islam, dan Oma Kristen Protestan. Bagi anak mereka yang lelaki mengikuti agama sang ayah, Islam. Sedangkan perempuan mengikuti agama sang ibu, Kristen. Dan kebetulan Mamamku anak perempuan satu-satunya milik Opa dan Oma, jadilah aku keluarga Nasrani. Kebiasaan keluarga kecilku bersosialisasi dan saling berinteraksi kedalam mayoritas masyarakat yang dominan menganut Islam, terlebih kedekatan kami kepada keluarga Mamam yang beragama Islam dapat menjadi indikator yang kuat untuk kami beralih ke Islam. Tapi ada beberapa alasan yang melekat dihati dan tak dapat dipublikasikan mengapa. Kami tau, agama adalah hal yang sangat sakral dan tidak dapat dipermainkan isinya, dan bahwasannya agama adalah rel kehidupan menuju akhirat yang kekal. Kami yakin keputusan yang kami ambil insya allah benar, kuat, dan lebih realistis. Jadilah kami keluarga mualaf. Walaupun sempat terjadi perselisihan antara Papap dan keluarganya yang memang 100% beragama Nasrani, tapi itu wajar, siapapun dapat marah, tapi seiring berjalannya waktu serta ketulusan hati dan kelapangan dada dari keluarga akhirnya mereka dapat menerima kami sebagai pribadi yang baru, dan kami masih dalam ikatan keluarga. Alhamdulillah. Kami anggap segala perbedaan suku, ras, bahasa, pendapat, keagamaan, serta kenegaraan dalam keluarga besar sebagai suatu anugerah dan itulah yang membuat kami bersatu.


Nyawa.
Masing-masing manusia hanya memiliki satu nyawa, dan satu kali kesempatan hidup. Tapi tidak untukku. Aku bersugesti bahwa aku memiliki tiga kali kesempatan hidup, percaya atau tidak, tapi itulah yang terjadi. Kesempatan hidup pertamaku hilang dalam kecelakaan mobil tahun 2005 silam. Saat itu aku sedang diajari mengendarai mobil oleh seorang temanku, bodohnya temanku yang menganggap aku telah menguasai mobil mengizinkanku untuk berkeliling Bintaro dimalam hari. Kealfaan temanku dalam pengawasan serta minimnya kefokusan mataku dalam melihat, membuat kecelakaan tidak terelakan terjadi. Alhasil aku mengalami luka parah amat parah, koma hampir seminggu, sukses membuat keluarga lemas dan alhamdulillah aku kembali ‘hidup’. Dan untuk kedua kalinya kesempatan hidupku hilang begitu saja, dan ini terjadi pada maret lalu. Aku menderita demam berdarah untuk kedua kalinya, dan kali ini yang terparah. Aku menderita DSS, Dengue Shock Syndrome. Demam berdarah disertai shock. Plasma darah bocor dan menyerang organ tubuh yang lain, itu sangat menyiksa. Lagi-lagi aku membuat keluargaku cemas, dan baru membuka mata pada hampir hari ketiga. Hari yang amat menegangkan. Dan alhamdulillah aku kembali ‘hidup’. Ini nyata, mungkin bagi sebagian orang akan berucap "Elah biasa itu mah, lebay lo lebay. Banyak kali yang lebih parah dari itu", tapi mungkin mereka membaca ini sedang meninggalkan hatinya didalam lemari.

Ini artinya kesempatan hidupku tinggal satu. Satu. Dan aku tengah menjalankan tugas yang berat, menjadi kepala keluarga. Ya, setelah orang tuaku bercerai, aku sebagai anak satu-satunya dan sebagai kaum adam harus menjaga keluarga, harus menjaga Mamam dan diri sendiri. Aku harus lebih baik dari Papapku yang ‘lalai’ dan salah (Tenang Pap, orang tidak akan dapat menilai suatu kebenaran jika belum pernah berbuat kesalahan. Krawrk!)
Apakah aku bisa?
Apakah aku mampu?
Jujur aku hanyalah seorang anak 17 tahun, usia dimana remaja menikmati puncak indahnya hidup.
Tapi keadaan yang memaksa aku untuk dewasa lebih cepat, untuk menjadi pria tangguh.
Sudah 17tahun 6bulan 23 hari aku menjadi seorang Neva, dan kesempatan hidupku tinggal sekali, insya allah aku akan melaksanakan segalanya dengan baik. Demi keluarga,
demi agama. Amin.
Aku janji. Janji!

2 comments:

Hey trooper! Do you want to leave your several responses to this post? Present your feeling on here.

PS: Rude words were premitted on here.